<strong>CIANJUR | MAGNETINDONESIA.CO </strong>- Sedikitnya 182 petani di Desa Sukajaya, Kecamatan Leles, Kabupaten Cianjur, resah. Mereka kebingungan dengan proses balik nama sertifikat tanpa diketahui. Kondisi itu terjadi bermula dari rencana proses jual-beli pada 2014 lalu. Tanah para petani itu diiming-imingi akan dibeli seharga Rp2.500 per meter persegi tanpa potongan apapun. Transaksi jual-beli pun disepakati dilakukan di kantor notaris Liana Hutabarat di Cipanas. Namun ternyata saat tiba di sana, nilai jual tanah yang dijanjikan Rp2.500 per meter persegi hanya dihargai Rp1.300 per meter persegi. Setelah dipotong berbagai biaya administrasi, setiap pemilik lahan hanya menerima Rp800 per meter persegi. "Saat itu bukan ibu Liana yang berhadapan dengan kami, tapi asistennya bernama Jejen. Sekarang notaris itu sudah pensiun dan dialihkan ke notaris bernama Frieda Ruasa Yuni," kata Jamal (62), salah seorang pemilik lahan. Jamal mengaku belum pernah bertemu langsung notaris maupun pihak pembeli. Lahan dari 182 petani itu seluas 327 hektare. "Sebetulnya sampai sekarang tidak ada ijab kabul karena belum ada kesepakatan harga. Tiba-tiba kami mendapat informasi ada proses balik nama kepemilikan tanah," jelas dia. Dibantu elemen masyarakat, mereka mengadukan permasalahan itu ke Polres Cianjur. Surat pelaporannya ditembuskan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. "Hasilnya, dengan surat bernomor HR.03/603-400.20/VII/2019, pihak Kementerian Agraria menginstruksikan kepada Badan Pertanahan Nasional Wilayah Jabar melakukan sidang kode etik terhadap dua notaris. Informasi dari pihak BPN Cianjur, pada 19 September ini sidang kode etik akan digelar. Intinya, kami merasa tertipu," tandasnya.<!--nextpage--> <strong>Kontributor</strong>: <a href="http://www.magnetindonesia.co">Ruslan Ependi</a> <strong>Editor</strong>: <a href="http://www.magnetindonesia.co">Sulaeman</a>