SUKABUMI | MAGNETINDONESIA.CO – Pengembangan komoditas bawang merah oleh Kelompok Tani Tegallega di Kampung Cilangkap, Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, sudah dilakukan sejak 9 tahun lalu atau tepatnya pada 2010. Beberapa kali mengalami gagal panen, tak lantas membuat ciut pengurus dan anggota poktan tersebut.
“Setiap petani yang sedang bertani pasti pernah mengalami gagal panen. Kalau kelompok kami, sudah tiga kali mengalami gagal panen,” kata Ketua Poktan Tegallega, Afif Kusnadi (55), Rabu (13/11/2019).
Gagal panen kebanyakan disebabkan karena serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) jenis ulat. Bagi para petani bawang merah, jika tanamannya sudah diserang ulat, mereka memilih pasrah karena tidak bisa mengendalikannya.
(Baca Juga: Bupati Sukabumi ‘Angkat Topi’ dengan Kreativitas Petani Bawang Merah)
“Memang tidak seluruhnya gagal panen. Kalau dihitung, yang bisa dipanen itu sekitar 30 persen hingga 40 persen,” tuturnya.
Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi pun turun tangan. Para petugas di lapangan banyak memberikan penyuluhan dan bimbingan cara penanganan hama.
“Alhamdulillah, saat kemarau seperti sekarang, kami bisa melakukan panen bawang merah,” jelasnya.
(Baca Juga:Â Lho! Kok Dinas Pertanian Bisa Panen Bawang Merah Meski Kemarau?)
Afif menuturkan biaya produksi menanam bawang merah relatif cukup mahal. Ditambah perlu adanya perawatan khusus agar produksi yang dihasilkan bisa maksimal.
“Dari bibit sebanyak 250 kilogram, kalau normal bisa menghasilkan 2 ribu kilogram atau bahkan 2.400 kilogram. Tapi kalau sudah kena hama, produksinya turun drastis,” sebutnya.