Ade berharap agar dalam penyaluran kebutuhan bahan pangan pada Program Sembako ada kesamaan persepsi. Artinya, jangan sampai ada kebijakan di tingkat Tim Koordinasi Bansos Pangan yang merugikan pihak suplier.
“Mekanisme yang kami lakukan itu mengacu pada Pedoman Umum. Tapi ada saja instruksi lain dari Tikor (Tim Koordinasi) harus seperti ini, harus seperti itu. Kita jadi pusing,” pungkasnya.
Pengamat kebijakan publik, Muharram Apip, menilai kekisruhan dalam penyaluran berbagai komoditas kebutuhan bahan pangan KPM di Kabupaten Cianjur terjadi lebih karena akibat multitafsir mengenai aturan yang tertuang pada Pedoman Umum. Padahal, sudah gamblang dijelaskan aturan teknis menyangkut Program Sembako tersebut.
“Pedoman Umum itu sudah terang benderang dan sesuai aturan. Di Pedoman Umum ada beberapa Keputusan Menteri dan Peraturan Presiden menyangkut mekanisme pelaksanaan Program Sembako,” terang Muharram Apip.
Sayangnya, kata dia, mekanisme Program Sembako yang dilaksanakan di Kabupaten Cianjur, terkesan tidak mengikuti Pedoman Umum secara gamblang. Terdapat aturan-aturan yang terkesan ditabrak pemangku kebijakan, dalam hal ini Tim Koordinasi Bansos Pangan tingkat kabupaten.
“Kami melihat, aturan dan kebijakan yang diambil Tim Koordinasi Bansos Pangan tingkat kabupaten bertentangan dengan Pedoman Umum. Salah satunya penunjukan Bulog sebagai suplier,” tuturnya.
Padahal, kata dia, Surat Edaran Menteri Sosial menyebut, Bulog hanya sebagai penyedia. Bulog bukan sebagai penyalur atau suplier.