SUKABUMI | MAGNETINDONESIA.CO - Ribuan massa buruh tergabung dalam SPN, F-Hukatan, GSBI, Lomenik, Garteks, Opsi, SPDAG, KSBSI, KSPSI, dan Busur berunjuk rasa di depan gedung Pendopo Sukabumi, Rabu (1/12/2021). Mereka mempertanyakan langkah Bupati Sukabumi yang telah merubah rekomendasi kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) sebesar 5 persen menjadi 0 persen alias tidak ada kenaikan upah. Selain itu, mereka juga menolak penetapan UMK 2022 menggunakan formulasi PP No. 36 Tahun 2021 tentang UMK dan menuntut kenaikan upah harus berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL). Termasuk mendesak Pemkab Sukabumi menerbitkan Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur terkait struktur dan skala upah. Ketua GSBI Kabupaten Sukabumi, Dadeng Nazarudin, menegaskan langkah dan strategi Bupati Sukabumi tidak konsisten dalam membela nasib kaum buruh karena telah merubah rekomendasi kenaikan UMK sebesar 5 persen menjadi tidak ada. Perubahan rekomendasi kenaikan UMK itu setelah keluarnya SK Gubernur Jawa Barat. "Perusahaan tidak mempermasalahkan kenaikan UMK 2022. Tapi Bupati Sukabumi secara sepihak telah merubah rekomendasi yang dikeluarkannya. Kami minta pertanggungjawaban Bupati yang telah mengeluarkan kebijakan asal-asalan," ujar Dadeng dalam orasinya di depan gedung Pendopo Sukabumi. Massa buruh mengancam akan melakukan mogok massal dan melakukan sweeping ke pabrik-pabrik apabila Bupati Sukabumi tidak memberikan solusi mengenai UMK pascaperubahan rekomendasi. Ketua SPN Kabupaten Sukabumi, Budi Mulyadi, menambahkan pada 24 November 2021, Bupati Sukabumi telah mengeluarkan surat rekomendasi kenaikan UMK sebesar 5 persen. Namun pada 29 November 2021, Bupati merubah rekomendasi yang sudah dikeluarkannya setelah SK Guberbur Jabar terbit. "Bupati lebih takut sama Gubernur Jabar. Karena merubah rekomendasi kenaikan UMK ini tanpa ada komunikasi dengan serikat buruh," kata Budi. Ia mendesak Bupati memanggil Apindo dan membahas kondisi perindustrian di Kabupaten Sukabumi sebagai bahan penentuan besaran upah dan tidak melihat peraturan yang terdapat pada Omnibus Law atau UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. "Segera melakukan komunikasi LKS Tripartit untuk mencari solusi masalah upah buruh. Buat Perda pengupahan tenaga kerja secara terpisah dengan Perda struktural skala upah serta membuat produk aturan perjanjian kerja bersama yang bersifat harga mati tanpa memberlakukan Omnibus Law," tegasnya. Bupati Sukabumi Marwan Hamami, mengatakan dasar perubahan rekomendasi UMK 2022 di Kabupaten Sukabumi karena melihat kondusivitas wilayah pada saat rapat dewan pengupahan serta belum adanya keputusan MK terkait uji materiil dan uji formil terhadap UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja. "Rekomendasi kenaikan upah sebesar 5 persen atas dasar masukan, perhitungan, dan evaluasi di lapangan. Namun setelah adanya keputusan MK terkait uji material dan uji formil UU No. 11/2020, maka pengupahan menggunakan PP No. 36/2021. Jadi, kalau tidak mengikuti aturan dari pemerintah, nanti bupati dan wali kota akan mendapatkan sanksi," ungkapnya. Namun dalam waktu dekat Pemkab Sukabumi akan memanggil para pengusaha untuk mencari solusi mengenai pengupahan dengan bentuk perjanjian kerja bersama secara tertulis. Pemkab juga akan mengawal kenaikan upah melalui komunikasi langsung dengan LKS Tripartit. Termasuk mendorong pembahasan Perda Pengupahan dan Perda Perjanjian Kerja Bersama tanpa memberlakukan Omnibus Law. Reporter: H AsepEditor: Bardal