“RUU ini jadi sorotan insan pers. Karena terdapat beberapa pasal kontroversial yang berpotensi mengancam kebebasan pers dan menghalang-halangi tugas jurnalistik,” tegasnya.
Menurut Iwan, sejatinya tugas jurnalistik berada di bawah kewenangan Dewan Pers. Tapi draft RUU Penyiaran ini akan tumpang tindih kewenangan antara Dewan Pers dengan KPI. Sebab, liputan investigasi merupakan karya jurnalistik tertinggi bagi kalangan pemburu berita.
“Pasal-pasal dalam RUU Penyiaran itu multitafsir, terutama menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik. Kami kira pasal ini bisa menjadi alat kekuasaan untuk mengkriminalisasi pers. Sebaiknya pasal-pasal tersebut dikaji ulang karena bertentangan dengan UU No 40/1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers,” bebernya.
Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Yudha Sukmagara, menerangkan revisi UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran itu masih rancangan. Sebelumnya, pada 2012, pemerintah pusat pernah mengusulkan revisi UU tersebut, tapi ditolak oleh DPR RI.
“Memang, para jurnalis di seluruh republik ini menyampaikan aspirasi sama terkait pasal-pasal kontroversial. Namun, UU 32/2002 tidak sertamerta bisa direvisi. Karena proses di tingkat Panja Komisi I hingga draft RUU disampaikan ke Baleg DPR RI itu tahapannya sangat panjang. Belum lagi diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi,” jelasnya.
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan seluruh anggota DPRD Kabupaten Sukabumi seirama dengan aspirasi para insan pers. Bahkan, mendukung penuh upaya penolakan RUU Penyiaran agar pembahasannya ditunda oleh Panja Komisi I sebelum dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi ke Baleg DPR RI.